Sepeda Tua (Remake)


Pada artikel kali ini saya mengetengahkan topik yang berbeda diantara yang terdahulunya. Saya merasa di situasi sekarang ini butuh lebih banyak hal yang berbau positif, bukan masalah. Menurut saya pribadi, literasi yang berupa masalah kalau tidak bisa dicerna dengan baik akan memberikan efek negatif yang berganda. Sederhana yang saya bisa asumsikan, apabila seseorang mencontohkan perbuatan yang negatif semisal bolos, mencuri dan lain-lain, kemudian termotivasi akan perbuatan tersebut dan menerapkan pada pribadi masing-masing, kemudian ditambah dengan situasi sekarang ini yang dapat saya rasakan tidak menenentu, serba sulit karena efek penyebaran covid 19, tentunya akan memberikan alur-alur yang searah dan masif. Sebenarnya, saya di dalam artikel terdahulu tidak serta merta menyodorkan permasalahan saja di dalamnya, melainkan solusi, dampak serta hal-hal yang saya yakini bisa menyadarkan seseorang dari mimpi gelapnya. Ya, namun untuk memahami cerita, pengalaman maupun tulisan sejenisnya harus perlu yang namanya pengetahuan dasar di dalamnya, perlu lebih banyak membaca dan terkadang merenungkan juga. Nah ini uraian singkat saya mengenai alasan kenapa saya memilih topik ini pada artikel kali ini. Artikel ini sebenarnya sudah sempat saya post ke sosmed saya sendiri, namun karena saya rasa banyak cerita yang kepotong karena pada waktu saya menulisnya dahulu itu kurang memahami kata-kata, makna dari kata, dan secara umum malu, mudah-mudahan pada kesempatan kali ini bisa mewakili semangat saya, yang saya tuangkan ke dalam bentuk tulisan.

📷by; Igpwirayasa

Gambar Ilustrasi

Berikut ulasannya ; Perkenalkan, namanya Hercules atau yang akrab kita kenal sepeda tua atau sepeda ontel. Sepeda ini dibuat di Inggris pada kurun waktu 1900an. Persebarannya di Indonesia disinyalir pada masa ekspansi pemerintah Inggris di Indonesia. Pada waktu itu tidak semua orang bisa memilikinya, hanya kaum tertentu dan jumlahnya pun terbatas. Harganya pun tergolong mahal, butuh beberapa petak sawah untuk bisa membelinya. Karena kebutuhan akan transportasi akhirnya diputuskan, kita harus punya. Sebenarnya ada banyak cerita yang bisa dikisahkan olehnya, namun yang terpenting bagaimana semangatnya yang begitu besar dan bisa bertahan dari waktu ke waktu, zaman ke zaman. Mulai dari Buyut, diteruskan ke kakek, kemudian ke bapak dan terakhir ke saya sendiri. Dahulu dia berwarna abu, sempat berubah hitam kemudian jadi seperti ini. Mengenai warna sudah gonta-ganti, mulai dari hitam, abu, kembali hitam lagi, kemudian sekarang menjadi merah.

Dahulu dia isi gandengan sekarang tidak, tapi kedepannya mungkin isi gandengan. Mengenai gandengan ini sebenarnya selera namun pada prinsipnya mendasar juga. Kalau yang punya terdahulu itu suka isi gandengan karena dipakai untuk membonceng penumpang atau tempat untuk menaruh barang, semisal rumput untuk sapi, aneka prabotan tani, entah barang belanjaan juga termasuk di dalamnya.  

Tapi yang terpenting apapun perubahan yang terjadi dia tetap melahkah ke depan bersama perubahannya juga. Perubahan mengenai gandengan menjadi tidak berisi gandengan sebenarnya ini ditentang oleh pemilik terdahulunya, mungkin karena tradisi atau kebutuhan. Namun beberapa kalimat yang bernada hiperbola, kemudian konsistensi akhirnya bisa.

Kemudian hal yang lain yang mungkin bisa diceritakan, ini berkaitan dengan semangatnya.

Sebenarnya percaya gak percaya, orang yang pertama memiliki Sepeda Tua ini adalah salah seorang pejuang yang tentunya pernah ikut berjuang mempertahankan bangsa ini dari yang namanya penjajah. Buyut saya dulu adalah seorang veteran, beliau ikut bergabung ke dalam organisasi pemuda jaman penjajahan dan berperang melawan penjajah. Sudah berarti Buyut saya ini tidak saja semangatnya yang besar, tapi nyalinya juga tidak kalah besarnya.

Selain ikut berjuang sebenarnya semangat yang dimilikinya itu dia wariskan kepada generasi penerusnya, namun apakah generasi penerusnya sadar akan itu...? Kalau dibilang sadar saya rasa jauh dari kata itu, namun saya sudah memulai dengan bertanya dan bertanya. Apakah benar, bagaimana caranya, kemudian apa yang didapat, dan bagaimana caranya supaya saya bisa. Jawabannya tidak selau saya dapatkan secara langsung, kadang saya nanya pada sepeda hee.

Tidak ada yang seberuntung kami, orang lain membutuhkan banyak referensi untuk tahu arti perjuangan, sedangkan kami diturunkan langsung lewat Sepeda Tua ini. Ini salah satu hiperbola yang saya gunakan untuk menambah kesan tertentu di dalam memaknai perjuangan. Karena sejujurnya saya cuman tahu sepeda itu untuk kesehatan, rekreasi, seni dan sesuatu untuk mengisi waktu luang saja.

Karena begitu besarnya semangat yang diberikan oleh Sepeda Tua ini, bertepatan dengan peringatan 20 November 2018, saya salah satu penerusnya ingin membagikan semangat yang telah dibagikan olehnya. Hal ini bukan tanpa alasan, karena saya meyakini hidup itu adalah perjuangan dan perjuangan yang lebih besar adalah berjuang bersama-sama. Momen ini adalah momen pada saat saya mulai berpikir meremake atau memperbaiki ulang sepeda ini. Namun ada saja sesuatu yang aneh yang saya tangkap, namun saya bagikan ke orang lain, padahal yang terdekat belum.

Untuk mewujudkan perjuangan yang lebih besar ini kedepannya tugas kita sama yakni bagaimana cara menemukan arti perjuangan yang lain, kemudian memaknainya dengan sungguh-sungguh di dalam kehidupan. Bagian terakhir dari artikel ini adalah sesuatu yang lagi-lagi didalam penyampaiannya saya memilih sesuatu yang abstrak, “Masak sepeda disamakan dengan berjuang, tapi kalau seandainya bisa, yang lain pasti bisa”.

Komentar

Postingan Populer